Sunday, October 20, 2013

Kutipan Filosofi Kopi

Filosofi Kopi memang bukan sebuah judul buku baru, melainkan kumpulan cerpen dan prosa yang susah untuk dideskripsikan dari seorang Dewi Lestari atau yang dikenal dengan nama Dee.
Beberapa judul yang kadang cukup mengagetkan dengan ke-spontan-an dan ide segar yang tidak terpikirkan orang lain untuk diangkat ke dalam cerita.

Cerpen yang cerdas dan lain dari yang lain… Cara menulis yang lumayan berbeda menurut saya.


“Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkan ia dimengerti jika tak ada spasi? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang?”

“Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring.”

“Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya.”

“Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan.”

“Kita tidak bisa menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apa pun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan.”

“Hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam, memaksa kita untuk mengikuti arus agungnya yang jujur tetapi penuh rahasia. Kamu, tidak terkecuali.”

“Ada dunia di sekelilingmu. Ada aku di sampingmu. Namun, kamu mendamba rasa sendiri itu.”

“Cuaca demi cuaca melalui kami, dan kebenaran akan semakin dipojokkan. Sampai akhirnya nanti, badai meletus dan menyisakan kejujuran yang bersinar. Entah menghangatkan, atau menghanguskan.”

“Aku sudah diperalat oleh seseorang yang merasa punya segala-galanya, menjebakku dalam tantangan bodoh yang cuma jadi pemuas egonya saja, dan aku sendiri terperangkap dalam kesempurnaan palsu, artifisial! serunya gemas, "Aku malu kepada diriku sendiri, kepada semua orang yang sudah kujejali dengan kegomalan Ben's Perfecto."

Gombal? Aku positif tidak mengerti.

"Dan kamu tahu apa kehebatan kopi tiwus itu?" katanya dengan tatapan kosong, "Pak Seno bilang, kopi itu mampu menghasilkan reaksi macam-macam. Dan dia benar. Kopi tiwus telah membuatku sadar, bahwa aku ini barista terburuk. Bukan cuma sok tahu, mencoba membuat filosofi dari kopi lalu memperdagangkannya, tapi yang paling parah, aku sudah merasa membuat kopi paling sempurna di dunia. Bodoh! Bodoooh!"

“Dia, yang tidak pernah kamu mengerti. Dia, racun yang membunuhmu perlahan. Dia, yang kamu reka dan kamu cipta. Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kehilafan untuk sampai jatuh hati kepadamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kalian berjumpa. Akan kamu kirimkan lagi tiket bioskop, bon restoran, semua tulisannya --dari mulai nota sebaris sampai doa berbait-bait. Dan beceklah pipi-nya karena geli, karena asap dan abu dari benda-benda yang dia hanguskan--bukti bahwa kalian pernah saling tergila-gila--beterbangan masuk ke matanya. Semoga dia pergi dan tak pernah menoleh lagi. Hidupmu, hidupnya, pasti akan lebih mudah.”

“Langit begitu hitam sampai batasnya dengan Bumi hilang. Akibatnya, bintang dan lampu kota bersatu, seolah-olah berada di satu bidang. Indah, kan?”

“Buat apa ia pelihara luka hati yang cuma bikin matanya berair?”

“terkadang keadaan membuat cinta terasa amat menyakitkan, akan tetapi kesejatian cinta tidak akan pernah berakhir manakala pengorbanan cinta itulah yang menjadi pemeran utamanya. cinta tidak akan pernah salah. cinta tidak mengenal batas. untuk cinta yang bertepuk sebelah tangan sekalipun.”

“Jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.”

“Cinta yang sudah dipilih sebaiknya diikuti di setiap langkah kaki, merekatkan jemari, dan berjalanlah kalian bergandengan... karena cinta adalah mengalami ”

“Di tengah gurun yang tertebak, jadilah salju abadi. Embun pagi tak akan kalahkan dinginmu, angin malam akan menggigil ketika melewatimu, oase akan jengah, dan kaktus terperangah. Semua butir pasir akan tahu jika kau pergi, atau sekadar bergerak dua inci.
Dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau… berbeda.”

“Keheningan mengapungkan kenangan, mengembalikan cinta yang hilang, menerbangkan amarah, mengulang manis keberhasilan dan indah kegagalan. Hening menjadi cermin yang membuat kita berkaca-suka atau tidak pada hasilnya.”

sumber

0 comments:

Post a Comment